Cerita Anak Desa
Aku dilahirkan di sebuah desa terpencil yang jauh
dari keramain kota, hal itu tidak membuatku merasa ketinggalan zaman atau
katrok kata anak-anak sekarang, justru hal itu yang membuatku lebih merasa
modern dan lebih maju,, karena di desaku aku dapat mengerti akan kehidupan
sebenarnya. Bermain di hamparan sawah, merupakan sebuah aktifitas yang sangat
menyengkan da saat aku kanak-kanak, selalu ada saja hal baru yang dapat menjadi
kenangan bahkan sebuah pelajaran tak mungkit didapat oleh anak-anak kota. Arti
sebuah persahabatan begitu terasa di desaku ini.
Waktu semakin cepat mnghanyutkan sebuah
kehidupan kecil dan bahkan sebuah
pelajaran yang perlahan-lahan lenyap dengan ke gemilauan perubahan kota. Masa
kecil kemaren sangat berbeda sekali dengan masa kecil sekarang, yang mana
semuanya serba gengsi dan malu. Tak ada lagi sawah untuk tempat bermain dan
belajar dan tak ada lagi arti sebuah persahabatan. Temapat bermain mereka
sekarang harus memiliki tren menurut mereka. Menyedihkan saat menyaksikan anak-anak
ataupun remaja di masa ini terjajah dengan dunia yang glamor. Tidak tau siapa
yang harus dipersalahkan, waktu, keluarga ataukan diri pribadi mereka.
Permasalahan ini memberikan sebuah gambaran apa yang
ada pada desa yakni pertanian. Kehidupan yang serba instan membuat semua serba
ingin mudah tampa harus mngetahui bahkan untuk mempelajari dari mana mereka
sekarang dapat makan. Mereka tau jawaban ini dan mereka pasti akan menjawab
pertanian, tapi mereka tidak mungkin akan mengetahui proses dari pertanian itu
sendiri.
Dukungan dari pemerintah tidak memberi dampak yang
begitu nyata justru bahkan sebaliknya, mengapa demikian, karena masih banyak
terdapat oknum-oknum yang berates namakan pemerintah. Perkataan yang membakar telinga dan semangat
kaum petani kaum rakyat kecil hanya sebatas perkataan. Harapan petani
mengenggam berlian dari kata-kata mereka yang tak kunjung terwujut. Kondisi
perekonomian yang tidak adil untuk para petani, itulah yang sekarang mereka
rasakan, harga hasil panen dengan kebutuhan hidup dan sarana produksi yang
sangat berbeda jauh, justru hamper mendekati sebuah bencana kepada mereka.
Semua harapan dan semua perkatan berates namakan Subsidi untuk petani, tapi
kenyataan tidak membuktikan apa yang telah terucap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar